Dua hari terakhir saya tertarik untuk menulis dengan mengaitkan kinerja Polisi, ya bukan berarti kita lebih hebat dari polisi, hee. Cuma sekedar share kondisi kita dengan kinerja Pak Polisi, peace dlu dah buat Pak Polisi.
Kali ini saya sangat tertarik
dengan pernyataan Kapolri tentang “Tilang”, pernyataan tersebut dimuat dalam halaman
utama B.Post Edisi Rabu, 20 Maret 2013. Beliau meminta kepada pihak terkait jangan terlalu mudah untuk melakukan “tilang” kepada masyarakat yang sedang
berkendara. Selanjutnya beliau meminta pihak yang bersangkutan untuk persuasif
dan ramah dalam melakukan tindakan kepada masyarakat yang melakukan
pelanggaran.
Perihal “tilang” ini kerap kali
dianggap sebagai prestasi bagi polisi satlantas, namun tidak bagi Pa Kapolri. Lain lagi di
mata masyarakat, hal tersebut dinilai sebagai “cari-cari” duit, ini bukan tanpa alasan
Pa Kepala Korlantaspun mengakui hal tersebut.
Dengan kejadian ini membuat
sebagian merasa was-was atau takut dalam melakukan perjalan, selan itu
berdampak negatif bagi kepolisian itu sendiri. Mereka seolah-olah menjadi musuh
masyarakat yang dianggap bertindak semaunya perihal “tilang”.
Contoh sederhana, masalah
manyalakan lampu kendaraan bermotor disiang hari. Berdasarkan Pasal 107 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, menyebutkan bahwa (1) Pengemudi kendaraan bermotor wajib
menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam
hari dan pada kondisi tertentu, (2) Pengemudi sepeda motor selain mematuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada
siang hari.
Permalasan
dan polimekpun terjadi perihal menyalakan lampu di siang hari. Jika kita
berkendara di siang hari, lampu sudah kita nyalakan lantas mati. Hal ini
menyebabkan kita melanggar peraturan tersebut, dan berhak untuk ditilang. Pertanyaan
kita layakkah kita langsung ditilang? Hal tersebut mungkin saja terjadi, dan
kita tidak mengetahui lampu mati, dikarenakan kondisi siang hari yang tidak dapat diketahui karena tidak adanya pantulan cahaya untuk mengetahui hal tersebut. Jika
dimalam hari kita masih bisa mengetahui dan segera mengganti ke model jarak lampu
lainnya untuk sementara, itulah contoh sederhana kita yang taat bisa saja menjadi salah.
Selain
itu, kita juga sering menerima surat tilang berwarna merah sebagai bukti
ditilang, bagi orang awam tidak masalah. Namun sebenarnya polisi harus
memberikan surat tilang yang berwarna biru dan bukan berwarna merah (bisa di
cek di sini, hee). Ada apa dengan ini?
Dengan
fenomena tersebut, saya sangat mendukung pernyataan Pa Kapolri tentang “tilang”
tersebut. Ada baiknya ditegur jika hal tersebut termasuk pelanggaran ringan,
dan tidak berdampak kepada kecelakan. Lain halnya dengan penggunaa helm, spion,
plat expired, dll. Selain itu beliau juga menyarankan untuk melakukan atau
menindak secara persuasif dan ramah kepada pelanggar, jika benar-benar salah maka dapat diberikan tilang. artinya berilah ruang kepada pelanggar untuk mengutarakan alasan atau sanggahan, dengan begitu terlihat suasana yang
bersahabat dari kepolisian, dan bukan tidak mungkin dapat meningkatkan citra
kepolisisan itu sendiri.
Menindaki
hal tersebut, bukan berarti “tilang” luntur dari ketegasan, namun lebih kepada
pemilihan pelanggaran yang sesuai, dan betul-betul memiliki nilai kesalahan berupa pelanggaran. Dengan fenomena ini, saya terpikir untuk
merubah “tilang” dari bukti pelanggaran ke “tilang” TIndak peLANGgaran.
foto by: www.beritabali.com
No comments:
Post a Comment